Sumber Gambar: http://adshayah151.files.wordpress.com/2013/07/human-rights2.png
(Tulisan Ini Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah HAM dalam HI oleh Hari Adi A. W)
A. Definisi dan Konsep Hak Asasi
Manusia
Sampai
saat ini, definisi dan konsep mengenai Hak Asasi Manusia masih menjadi
perdebatan di ranah internasional yang mana tradisi HAM liberal bagi
negara-negara Barat dianggap telah secara otomatis berlaku secara universal
(prinsip universalisme HAM) yang kemudian mendasari lahirnya beberapa konvensi
Internasional tentang Hak Asasi Manusia. Namun di lain pihak, di beberapa
negara, terutama negara Dunia Ketiga masih menganggap bahwa pemberlakuan HAM
harus terlebih dahulu disesuaikan dengan kebudayaan/tradisi negara yang
bersangkutan, yang kemudian lebih dikenal dengan prinsip relativisme budaya.
Namun, jika dirunut lebih jauh, perdebatan yang terjadi bukan terbatas pada
pertentangan antara universalisme HAM dengan relativisme budaya, akan tetapi
perdebatan yang sebenarnya lebih disebabkan oleh pertimbangan politik yang
dilakukan oleh masing-masing negara.
Terdapat
beberapa definisi Hak Asasi Manusia yang dikemukakan oleh para ahli. Jack
Donelly mengemukakan bahwa “human rights
are the rights one has simply by virtue of being a human being”.[1]
Pendapat Jack Donelly tersebut lebih menekankan pada universalisme HAM, hal ini
karena HAM merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu karena ia merupakan
manusia. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo,
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan
menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Hak
Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas
oleh siapapun.
Dari
beberapa definisi di atas, secara umum Hak Asasi Manusia dapat didefinisikan
sebagai hak dasar yang melekat dan dimiliki oleh setiap individu yang mana hak
tersebut tidak dapat dirampas oleh siapapun.
B. HAM dalam Kebijakan Luar Negeri
Indonesia
Seperti
yang dikemukakan oleh Jack C. Plano dan Roy Olton, bahwa kebijakan luar negeri
dapat didefinisikan sebagai berikut:
“foreign
policy is a strategy of planned course of action developed by decision makers
between state vis-a-vis, other state or international entities aimed at
achieving specific goals defined international interest”.[2]
Dari
pengertian tersebut, maka secara sederhana, kebijakan luar negeri dapat
diartikan sebagai strategi kebijakan luar negeri yang tersusun atas
tindakan-tindakan terencana yang digunakan oleh pembuat keputusan/kebijakan
guna mencapai tujuannya.
Dalam
rangka mencapai tujuan politik luar negerinya yang mana dalam hal ini berkaitan
dengan promosi HAM di dunia Internasional, maka setiap negara tentu harus
menggunakan instrumen-instrumen tertentu agar kebijakan yang diambil dapat
dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut juga harus dilakukan oleh Indonesia
dalam menentukan kebijakan luar negerinya.
Menurut
Evan Luard, ada beberapa instrumen kebijakan luar negeri yang dapat dilakukan
oleh Pemerintah suatu negara untuk dapat mempengaruhi negara lain, instrumen
kebijakan tersebut antara lain:
a.
Protes yang bersifat rahasia kepada
pemerintah yang bersangkutan.
Dalam
hal ini, Pemerintah Indonesia dapat melakukan protes terhadap Pemerintah suatu
negara yang dianggap telah melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya atau
protes terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu
yang merampas HAM rakyat sipil. Tindakan ini cukup sering dilakukan oleh
Pemerintah RI ketika terjadi pelanggaran HAM di suatu negara, misal
menyampaikan protes terhadap Mesir karena terjadi pembantaian para demonstran
pendukung Presiden Morsi yang merupakan pelanggran HAM berat yang dilakukan
oleh pihak militer di Mesir.
b.
Protes bersama yang dibuat dengan
pemerintah-pemerintah negara lain.
Dalam
hal ini, Pemerintah Indonesia bersama negara lain secara bersama-sama
menyampaikan nota protes terhadap suatu negara atas pelanggaran HAM yang
terjadi di negara tersebut.
c.
Pernyataan keprihatinan yang terbuka dalam
parlemen atau di tempat lain.
Pemerintah
RI dapat menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa-peristiwa pelanggaran atas
HAM yang terjadi di suatu negara, terutama saat terjadi konflik berkepanjangan
di negara tersebut hingga menyebabkan banyak rakyat sipil yang menjadi korban
jiwa.
d.
Dukungan dari pembicaraan-pembicaraan
dalam badan-badan seperti komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia untuk
penyelidikan situasi.
Sampai
saat ini, Pemerintah Indonesia juga selalu mendukung perlindungan dan promosi
HAM melalui pembicaraan-pembicaraan atau pertemuan-pertemuan pada level
regional maupun internasional, seperti pada KTT ASEAN, Sidang-sidang PBB, dll.
e.
Dimulainya tindakan dalam badan-badan
internasional.
f.
Pembuatan atau penundaan kunjungan
tingkat menteri.
g.
Pengekangan kontak-kontak budaya dan
olahraga.
h.
Embargo penjualan senjata.
i.
Pengurangan program bantuan.
j.
Pemutusan hubungan diplomatik.
k.
Sanksi-sanksi perdagangan.[3]
Dari beberapa instrumen kebijakan luar negeri
yang ada, Pemerintah RI lebih sering menggunakan instrumen kebijakan berupa
penyampaian protes terhadap suatu negara yang melakukan pelanggaran HAM,
penyampaian keprihatinan, serta memberikan dukungan terhadap pembicaraan-pembicaraan
dalam badan-badan seperti komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia. Meskipun
demikian, hal tersebut bukan menandakan ketidakseriusan Pemerintah RI dalam
mempromosikan HAM, namun lebih kepada posisi tawar Indonesia yang masih belum
kuat dalam melakukan diplomasi HAM pada level Internasional karena
catatan-catatan pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan dengan
baik. Namun, dari sejumlah instrumen yang digunakan Pemerintah Republik
Indonesia dalam menyikapi pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara sudah
dapat mengindikasikan bahwa isu-isu seputar Hak Asasi Manusia saat ini juga
telah menjadi fokus perhatian Pemerintah RI dalam pergaulan di dunia
Internasional.
Selain itu, hampir dalam setiap
pertemuan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain pun Indonesia
juga memasukkan permasalahan seputar pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi
di dunia Internasional terutama pelanggaran yang terjadi di negara-negara yang
sedang dilanda konflik saat itu dan mencoba mencari solusi bagi permasalahan
tersebut.
C. Diplomasi HAM Pemerintah Republik
Indonesia
Dewasa
ini, Indonesia semakin tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi yang terus
berkembang. Globalisasi itu pula yang membawa setiap negara tak bisa lepas dari
ketergantungan dan keterkaitan dengan negara lainnya guna memenuhi kebutuhan
nasionalnya. Bentuk-bentuk interdependensi tersebut tidak hanya terbatas pada
masalah/kepentingan ekonomi saja, namun telah berkembang hingga berbagai bidang
kehidupan. Hal ini pula yang semakin meningkatkan fungsi dan pengaruh
aktor-aktor hubungan internasional dalam menyikapi masalah yang semakin
kompleks. Isu-isu hubungan internasional pun juga bukan lagi sebatas
permasalahan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, akan tetapi juga telah
memunculkan isu-isu baru yang menjadi fokus perhatiannya, dan salah satu
diantaranya adalah isu-isu seputar HAM.
Hal inilah yang mendasari penggunaan
human rights diplomacy menjadi tak terhindarkan di tengah perubahan
konstelasi politik global yang terjadi sampai saat ini. Sementara itu,
pelaksanaan diplomasi HAM hanya dapat dilaksanakan secara efektif bila suatu
negara memiliki catatan penegakan HAM yang relatif baik dan tinggi. Sedangkan
di Indonesia sendiri, pasca tumbangnya rezim Orde Baru yang melengserkan
Presiden Soeharto sebagai Presiden tahun 1998 memberikan angin segar bagi
penegakan HAM di Indonesia, hal ini karena selama Orde Baru banyak terdapat
pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim penguasa kala itu,
seperti pembunuhan tanpa melalui peradilan (extra
judicial killing), penembakan misterius, penahanan tokoh dan aktivis yang
kontra dengan pemerintah, serta pengekangan terhadap kebebasan rakyat, dll.
pelanggaran-pelanggaran tersebut membuat Indonesia posisi tawar dalam diplomasi
Internasional terutama yang berkaitan dengan HAM menjadi lemah.
Ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah agar diplomasi HAM yang
dilakukan oleh Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan efektif, antara lain
sebagai berikut:
a.
Pemerintah harus secara konsisten
menyelesaikan secara adil dan tuntas segala bentuk pelanggaran HAM terutama
yang terjadi pada masa Orde Baru dan masa transisi kepemimpinan pasca Orde Baru
yang sudah menjadi sorotan dunia internasional.
b.
Pemerintah harus secara sungguh-sungguh
menuntaskan Security Sector Reform khususnya yang berkaitan dengan reformasi
internal TNI dan Polri , terutama dalam hal peradilan militer, peninjauan
kembali komando teritorial, legislasi intelijen, dan kegiatan militer dalam
bidang bisnis.
c.
Pemerintah Indonesia harus berani
melakukan terobosan dengan menempatkan kepentingan rakyat Asia Tenggara di atas
solidaritas antar pemerintah yang sering menghambat promosi HAM di wilayah Asia
Tenggara. Hal ini penting karena selama ini masing-masing pemerintah di kawasan
ASEAN hanya mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan rakyat
di kawasan ASEAN.
d.
Departemen Luar Negeri RI harus
meningkatkan diplomasi publik melalui komunikasi dan kerjasama yang erat dengan
NGO lokal maupun internasional dalam promosi HAM.
e.
Dari sisi dalam negeri, Pemerintah
Republik Indonesia harus secara konsisten melindungi HAM warganegara dengan
mengambil sikap yang tegas terhadap kelompok radikal keagamaan yang anarkis dan
sering melanggar HAM, melakukan teror, dan bentuk intimidasi lainnya, yang pada
akhirnya hanya akan memperburuk citra Indonesia di mata dunia Internasional.[4]
Meskipun demikian, perkembangan
diplomasi HAM yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI bisa dikatakan lebih baik
jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Hal
tersebut tercermin dari langkah Pemerintah Indonesia yang secara bertahap dan
berkesinambungan membentuk lembaga-lembaga negara baik yang berada di bawah
pemerintah maupun berdiri secara independen yang dapat menunjang penegakan HAM
di Indonesia yang diharapkan dapat memperkuat sistem kenegaraan dan
kemasyarakatan untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan HAM di
Indonesia, disertai dengan penguatan aturan hukum dan sistem demokrasi yang ada
Indonesia.
Sedangkan pada level internasional,
Indonesia juga dapat dikatakan selangkah lebih maju daripada negara ASEAN
lainnya dalam perlindungan HAM. Hal tersebut terlihat dari langkah Pemerintah
RI yang turut meratifikasi beberapa Konvensi Internasional tentang HAM,
diantaranya adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), Konvensi Hak Anak
(CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Selain beberapa konvensi tersebut,
sampai saat ini Pemerintah Republik Indonesia juga sedang melakukan proses
ratifikasi Konvensi Pekerja Migran (CMW).
Lebih dari itu, pengakuan atas
kemajuan hak asasi manusia di Indonesia juga tercermin melalui kepercayaan
internasional terhadap Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan
Lokakarya HAM Kawasan Asia Pasifik ke-14. Lokakarya ini menyepakati Bali
Action Plans yang antara lain mengakui pentingnya keterkaitan antara HAM
dan kemiskinan ekstrim serta menyepakati penanggulangan masalah tersebut
melalui pertukaran pengalaman dan gagasan antarnegara serta pemangku
kepentingan dari masing-masing negara yang hadir.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
a.
Saat ini, HAM telah menjadi salah satu
fokus perhatian Pemerintah RI dalam melakukan hubungan internasional, hal
tersebut dapat terlihat dari sejumlah kebijakan Pemerintah RI yang mendukung
promosi HAM di level internasional, seperti penyampaian protes terhadap suatu
negara yang melakukan pelanggaran HAM, penyampaian keprihatinan, serta
memberikan dukungan terhadap pembicaraan-pembicaraan dalam badan-badan seperti
komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia.
b.
Diplomasi HAM yang dilakukan oleh
Pemerintah RI sampai saat ini dapat dikatakan lebih baik daripada negara-negara
ASEAN lainnya, hal tersebut diiringi dengan pembentukan lembaga-lembaga dan
aturan-aturan hukum yang menunjang penegakan HAM di Indonesia, serta adanya
perbaikan sistem demokrasi yang dijalankan.
3.1.Saran
Dalam
penegakan HAM di Indonesia, masih terdapat kendala-kendala yang menghambat
penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang pada akhirnya dapat menurunkan
posisi tawar Indonesia dalam diplomasi HAM pada level internasional. Untuk itu,
Pemerintah beserta penegak hukum harus sesegera mungkin untuk dapat
menyelesaikan berbagai kasus pelanggran HAM yang menjadi sorotan dunia
Internasional, sehingga dapat meningkatkan citra dan posisi tawar Indonesia
dalam diplomasi HAM. Selain itu, kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh
Pemerintah hendaknya senantiasa tidak terlepas dari dukungan terhadap promosi
HAM.
DAFTAR
PUSTAKA
Djelantik,
Sukawarsani. “Diplomasi antara Teori dan
Praktik”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2008.
Jack C. Plano
dan Roy Olton. “The International
Relation Dictionary”. Halt Rinehart
Winston
INC. Western Michigan University New York. 1973.
Jemadu,
Aleksius. “Politik Global dalam Teori dan
Praktik”. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
Annesya,
Devania. “Politik Luar Negeri RI dalam Menyikapi Isu-isu Global (2): Terorisme
dan
Keamanan Internasional, dan HAM”. Diunduh dari
diplomasi-ham-dalam-hubungan-internasional.html pada 30 Oktober
2013
Muhammad Yani,
Yanyan. Diplomasi HAM dalam Hubungan Internasional. Diunduh dari
ham-dalam-hubungan-internasional.html
pada 30 Oktober 2013
[2] Jack C. Plano
dan Roy Olton. “The International
Relation Dictionary”. Halt Rinehart Winston INC. Western Michigan
University New York. 1973. Hal. 127.
[3] Sukawarsani
Djelantik. “Diplomasi antara Teori dan
Praktik”. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2008. Hal 86.
[4] Aleksius Jemadu. “Politik Global dalam Teori dan Praktik”.
Yogyakarta. Graha Ilmu. 2008. Hal. 310-311.
0 komentar:
Posting Komentar