Senin, 19 Mei 2014

Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia


Sumber Gambar: http://adshayah151.files.wordpress.com/2013/07/human-rights2.png
(Tulisan Ini Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah HAM dalam HI oleh Hari Adi A. W)
A. Definisi dan Konsep Hak Asasi Manusia
Sampai saat ini, definisi dan konsep mengenai Hak Asasi Manusia masih menjadi perdebatan di ranah internasional yang mana tradisi HAM liberal bagi negara-negara Barat dianggap telah secara otomatis berlaku secara universal (prinsip universalisme HAM) yang kemudian mendasari lahirnya beberapa konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia. Namun di lain pihak, di beberapa negara, terutama negara Dunia Ketiga masih menganggap bahwa pemberlakuan HAM harus terlebih dahulu disesuaikan dengan kebudayaan/tradisi negara yang bersangkutan, yang kemudian lebih dikenal dengan prinsip relativisme budaya. Namun, jika dirunut lebih jauh, perdebatan yang terjadi bukan terbatas pada pertentangan antara universalisme HAM dengan relativisme budaya, akan tetapi perdebatan yang sebenarnya lebih disebabkan oleh pertimbangan politik yang dilakukan oleh masing-masing negara.

Terdapat beberapa definisi Hak Asasi Manusia yang dikemukakan oleh para ahli. Jack Donelly mengemukakan bahwa “human rights are the rights one has simply by virtue of being a human being”.[1] Pendapat Jack Donelly tersebut lebih menekankan pada universalisme HAM, hal ini karena HAM merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu karena ia merupakan manusia. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo,  Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Dari beberapa definisi di atas, secara umum Hak Asasi Manusia dapat didefinisikan sebagai hak dasar yang melekat dan dimiliki oleh setiap individu yang mana hak tersebut tidak dapat dirampas oleh siapapun. 
B. HAM dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Seperti yang dikemukakan oleh Jack C. Plano dan Roy Olton, bahwa kebijakan luar negeri dapat didefinisikan sebagai berikut:
“foreign policy is a strategy of planned course of action developed by decision makers between state vis-a-vis, other state or international entities aimed at achieving specific goals defined international interest”.[2]
Dari pengertian tersebut, maka secara sederhana, kebijakan luar negeri dapat diartikan sebagai strategi kebijakan luar negeri yang tersusun atas tindakan-tindakan terencana yang digunakan oleh pembuat keputusan/kebijakan guna mencapai tujuannya.
Dalam rangka mencapai tujuan politik luar negerinya yang mana dalam hal ini berkaitan dengan promosi HAM di dunia Internasional, maka setiap negara tentu harus menggunakan instrumen-instrumen tertentu agar kebijakan yang diambil dapat dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut juga harus dilakukan oleh Indonesia dalam menentukan kebijakan luar negerinya.
Menurut Evan Luard, ada beberapa instrumen kebijakan luar negeri yang dapat dilakukan oleh Pemerintah suatu negara untuk dapat mempengaruhi negara lain, instrumen kebijakan tersebut antara lain:
a.       Protes yang bersifat rahasia kepada pemerintah yang bersangkutan.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia dapat melakukan protes terhadap Pemerintah suatu negara yang dianggap telah melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya atau protes terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang merampas HAM rakyat sipil. Tindakan ini cukup sering dilakukan oleh Pemerintah RI ketika terjadi pelanggaran HAM di suatu negara, misal menyampaikan protes terhadap Mesir karena terjadi pembantaian para demonstran pendukung Presiden Morsi yang merupakan pelanggran HAM berat yang dilakukan oleh pihak militer di Mesir.
b.      Protes bersama yang dibuat dengan pemerintah-pemerintah negara lain.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia bersama negara lain secara bersama-sama menyampaikan nota protes terhadap suatu negara atas pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut.
c.       Pernyataan keprihatinan yang terbuka dalam parlemen atau di tempat lain.
Pemerintah RI dapat menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa-peristiwa pelanggaran atas HAM yang terjadi di suatu negara, terutama saat terjadi konflik berkepanjangan di negara tersebut hingga menyebabkan banyak rakyat sipil yang menjadi korban jiwa.
d.      Dukungan dari pembicaraan-pembicaraan dalam badan-badan seperti komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia untuk penyelidikan situasi.
Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia juga selalu mendukung perlindungan dan promosi HAM melalui pembicaraan-pembicaraan atau pertemuan-pertemuan pada level regional maupun internasional, seperti pada KTT ASEAN, Sidang-sidang PBB, dll.
e.       Dimulainya tindakan dalam badan-badan internasional.
f.       Pembuatan atau penundaan kunjungan tingkat menteri.
g.      Pengekangan kontak-kontak budaya dan olahraga.
h.      Embargo penjualan senjata.
i.        Pengurangan program bantuan.
j.        Pemutusan hubungan diplomatik.
k.      Sanksi-sanksi perdagangan.[3]
 Dari beberapa instrumen kebijakan luar negeri yang ada, Pemerintah RI lebih sering menggunakan instrumen kebijakan berupa penyampaian protes terhadap suatu negara yang melakukan pelanggaran HAM, penyampaian keprihatinan, serta memberikan dukungan terhadap pembicaraan-pembicaraan dalam badan-badan seperti komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan menandakan ketidakseriusan Pemerintah RI dalam mempromosikan HAM, namun lebih kepada posisi tawar Indonesia yang masih belum kuat dalam melakukan diplomasi HAM pada level Internasional karena catatan-catatan pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan dengan baik. Namun, dari sejumlah instrumen yang digunakan Pemerintah Republik Indonesia dalam menyikapi pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara sudah dapat mengindikasikan bahwa isu-isu seputar Hak Asasi Manusia saat ini juga telah menjadi fokus perhatian Pemerintah RI dalam pergaulan di dunia Internasional.
Selain itu, hampir dalam setiap pertemuan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain pun Indonesia juga memasukkan permasalahan seputar pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di dunia Internasional terutama pelanggaran yang terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik saat itu dan mencoba mencari solusi bagi permasalahan tersebut.
C. Diplomasi HAM Pemerintah Republik Indonesia
Dewasa ini, Indonesia semakin tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi yang terus berkembang. Globalisasi itu pula yang membawa setiap negara tak bisa lepas dari ketergantungan dan keterkaitan dengan negara lainnya guna memenuhi kebutuhan nasionalnya. Bentuk-bentuk interdependensi tersebut tidak hanya terbatas pada masalah/kepentingan ekonomi saja, namun telah berkembang hingga berbagai bidang kehidupan. Hal ini pula yang semakin meningkatkan fungsi dan pengaruh aktor-aktor hubungan internasional dalam menyikapi masalah yang semakin kompleks. Isu-isu hubungan internasional pun juga bukan lagi sebatas permasalahan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, akan tetapi juga telah memunculkan isu-isu baru yang menjadi fokus perhatiannya, dan salah satu diantaranya adalah isu-isu seputar HAM.
Hal inilah yang mendasari penggunaan human rights diplomacy menjadi tak terhindarkan di tengah perubahan konstelasi politik global yang terjadi sampai saat ini. Sementara itu, pelaksanaan diplomasi HAM hanya dapat dilaksanakan secara efektif bila suatu negara memiliki catatan penegakan HAM yang relatif baik dan tinggi. Sedangkan di Indonesia sendiri, pasca tumbangnya rezim Orde Baru yang melengserkan Presiden Soeharto sebagai Presiden tahun 1998 memberikan angin segar bagi penegakan HAM di Indonesia, hal ini karena selama Orde Baru banyak terdapat pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim penguasa kala itu, seperti pembunuhan tanpa melalui peradilan (extra judicial killing), penembakan misterius, penahanan tokoh dan aktivis yang kontra dengan pemerintah, serta pengekangan terhadap kebebasan rakyat, dll. pelanggaran-pelanggaran tersebut membuat Indonesia posisi tawar dalam diplomasi Internasional terutama yang berkaitan dengan HAM menjadi lemah.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah agar diplomasi HAM yang dilakukan oleh Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan efektif, antara lain sebagai berikut:
a.       Pemerintah harus secara konsisten menyelesaikan secara adil dan tuntas segala bentuk pelanggaran HAM terutama yang terjadi pada masa Orde Baru dan masa transisi kepemimpinan pasca Orde Baru yang sudah menjadi sorotan dunia internasional.
b.      Pemerintah harus secara sungguh-sungguh menuntaskan Security Sector Reform khususnya yang berkaitan dengan reformasi internal TNI dan Polri , terutama dalam hal peradilan militer, peninjauan kembali komando teritorial, legislasi intelijen, dan kegiatan militer dalam bidang bisnis.
c.       Pemerintah Indonesia harus berani melakukan terobosan dengan menempatkan kepentingan rakyat Asia Tenggara di atas solidaritas antar pemerintah yang sering menghambat promosi HAM di wilayah Asia Tenggara. Hal ini penting karena selama ini masing-masing pemerintah di kawasan ASEAN hanya mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan rakyat di kawasan ASEAN.
d.      Departemen Luar Negeri RI harus meningkatkan diplomasi publik melalui komunikasi dan kerjasama yang erat dengan NGO lokal maupun internasional dalam promosi HAM.
e.       Dari sisi dalam negeri, Pemerintah Republik Indonesia harus secara konsisten melindungi HAM warganegara dengan mengambil sikap yang tegas terhadap kelompok radikal keagamaan yang anarkis dan sering melanggar HAM, melakukan teror, dan bentuk intimidasi lainnya, yang pada akhirnya hanya akan memperburuk citra Indonesia di mata dunia Internasional.[4]
Meskipun demikian, perkembangan diplomasi HAM yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI bisa dikatakan lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Hal tersebut tercermin dari langkah Pemerintah Indonesia yang secara bertahap dan berkesinambungan membentuk lembaga-lembaga negara baik yang berada di bawah pemerintah maupun berdiri secara independen yang dapat menunjang penegakan HAM di Indonesia yang diharapkan dapat memperkuat sistem kenegaraan dan kemasyarakatan untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia, disertai dengan penguatan aturan hukum dan sistem demokrasi yang ada Indonesia.
Sedangkan pada level internasional, Indonesia juga dapat dikatakan selangkah lebih maju daripada negara ASEAN lainnya dalam perlindungan HAM. Hal tersebut terlihat dari langkah Pemerintah RI yang turut meratifikasi beberapa Konvensi Internasional tentang HAM, diantaranya adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), Konvensi Hak Anak (CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Selain beberapa konvensi tersebut, sampai saat ini Pemerintah Republik Indonesia juga sedang melakukan proses ratifikasi Konvensi Pekerja Migran (CMW).
Lebih dari itu, pengakuan atas kemajuan hak asasi manusia di Indonesia juga tercermin melalui kepercayaan internasional terhadap Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Lokakarya HAM Kawasan Asia Pasifik ke-14. Lokakarya ini menyepakati Bali Action Plans yang antara lain mengakui pentingnya keterkaitan antara HAM dan kemiskinan ekstrim serta menyepakati penanggulangan masalah tersebut melalui pertukaran pengalaman dan gagasan antarnegara serta pemangku kepentingan dari masing-masing negara yang hadir.



BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
a.       Saat ini, HAM telah menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintah RI dalam melakukan hubungan internasional, hal tersebut dapat terlihat dari sejumlah kebijakan Pemerintah RI yang mendukung promosi HAM di level internasional, seperti penyampaian protes terhadap suatu negara yang melakukan pelanggaran HAM, penyampaian keprihatinan, serta memberikan dukungan terhadap pembicaraan-pembicaraan dalam badan-badan seperti komisi PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia.
b.      Diplomasi HAM yang dilakukan oleh Pemerintah RI sampai saat ini dapat dikatakan lebih baik daripada negara-negara ASEAN lainnya, hal tersebut diiringi dengan pembentukan lembaga-lembaga dan aturan-aturan hukum yang menunjang penegakan HAM di Indonesia, serta adanya perbaikan sistem demokrasi yang dijalankan.
3.1.Saran
Dalam penegakan HAM di Indonesia, masih terdapat kendala-kendala yang menghambat penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang pada akhirnya dapat menurunkan posisi tawar Indonesia dalam diplomasi HAM pada level internasional. Untuk itu, Pemerintah beserta penegak hukum harus sesegera mungkin untuk dapat menyelesaikan berbagai kasus pelanggran HAM yang menjadi sorotan dunia Internasional, sehingga dapat meningkatkan citra dan posisi tawar Indonesia dalam diplomasi HAM. Selain itu, kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh Pemerintah hendaknya senantiasa tidak terlepas dari dukungan terhadap promosi HAM.










DAFTAR PUSTAKA

Djelantik, Sukawarsani. “Diplomasi antara Teori dan Praktik”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2008.
Jack C. Plano dan Roy Olton. “The International Relation Dictionary”. Halt Rinehart
Winston INC. Western Michigan University New York. 1973.
Jemadu, Aleksius. “Politik Global dalam Teori dan Praktik”. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
Annesya, Devania. “Politik Luar Negeri RI dalam Menyikapi Isu-isu Global (2): Terorisme
dan Keamanan Internasional, dan HAM”. Diunduh dari
Muhammad Yani, Yanyan. Diplomasi HAM dalam Hubungan Internasional. Diunduh dari
ham-dalam-hubungan-internasional.html pada 30 Oktober 2013


[1] Jack Donelly (1982). “Human Rights and Foreign Policy”. World Politics 34. July. Hal. 575.
[2] Jack C. Plano dan Roy Olton. “The International Relation Dictionary”. Halt Rinehart Winston INC. Western Michigan University New York. 1973. Hal. 127.
[3] Sukawarsani Djelantik. “Diplomasi antara Teori dan Praktik”. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2008. Hal 86.
[4] Aleksius Jemadu. “Politik Global dalam Teori dan Praktik”. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2008. Hal. 310-311.

0 komentar:

Posting Komentar