Dalam
kehidupan bermasyarakat, tentu diperlukan adanya sebuah institusi yang bisa
menjadi saluran pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut. Hal ini karena
institusi berfungsi sebagai pemberi pedoman kepada masyarakat, menjaga keutuhan
masyarakat dan memberikan pegangan bagi masyarakat dalam melakukan pengendalian
sosial.
Dalam
hal ini, hukum merupakan salah satu institusi sosial yang ada dalam masyarakat
yang secara umum bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan ketenteraman dalam
masyarakat, yang mana usaha dalam mencapai tujuan tersebut berkaitan dengan
tingkat kemampuan masyarakat dalam melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang ada.
Hal ini berarti bahwa institusi hukum berhubungan dengan perkembangan
organisasi dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, mengapa proses
pelembagaan hukum sebagai institusi perlu dilakukan, karena melalui proses
inilah masyarakat dapat mengerti, menaati, menjiwai dan melaksanakan
kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
Selain
itu, lembaga hukum dalam menjalankan tugasnya juga harus memperhatikan peranan
masyarakat atau lingkungan karena hukum dalam proses penegakannya harus
memperhatikan rasa keadilan dan faktor sosiologis yang mempengaruhinya.
Contoh Studi Kasus Mengenai
Pemberlakuan UU ITE No. 11 Tahun 2008
Seperti
yang telah kita ketahui bersama, bahwa sejak tanggal 26 April 2008,
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008
mulai berlaku di Indonesia. UU ITE tersebut dibuat dan diberlakukan sebagai
upaya perlindungan terhadap segala kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya, baik untuk transaksi maupun pemanfaatan informasinya. UU ITE ini pun
juga menjabarkan tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam kegiatan
transaksi elektronik melalui pasal 27 sampai pasal 37 dalam Undang-Undang ini,
selain itu UU ini juga mengatur berbagai ancaman hukuman bagi pelanggarnya. Lebih
dari itu, UU ITE juga mengakomodir kebutuhan pelaku bisnis di internet dan
masyarakat dalam mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik
dan tanda tangan digital.
Tentu
masih segar dalam ingatan kita, tentang beberapa kasus yang sempat menarik
perhatian berbagai kalangan di Indonesia yang berhubungan dengan pelanggaran UU
ITE ini. Kasus yang melibatkan Prita Mulyasari salah satunya. Memang benar,
dalam kasus tersebut, UU ITE telah menjalankan fungsinya sebagai institusi
sosial, yaitu memberikan pedoman dan pegangan bagi masyarakat dalam bertindak
dan dalam pengendalian sosial.
Namun
di sisi lain, penerapan UU ITE khususnya Pasal 27 ayat (3) dalam kasus tuduhan
pencemaran nama baik sebuah RS Internasional oleh Prita Mulyasari terasa kurang
tepat. Ini karena proses hukum terhadap kasus ini yang terkesan kurang
memperhatikan rasa keadilan dan terkesan hanya melihat fakta hukum dari satu
sisi saja.
Selain
itu, kasus ini juga terkesan menjadi ajang pengerdilan masyarakat yang lemah
terhadap pihak-pihak yang memiliki “kekuasaan/kekuatan”. Hal ini tercermin dari
usaha Prita dalam menyuarakan kekecewaannya terhadap pelayanan publik, namun
justru ia diseret ke meja hijau atas nama pencemaran nama baik. Padahal,
seyogyanya pihak RS tersebut lebih terbuka dalam menerima kritik/keluhan/saran
dari masyarakat secara baik, sehingga kualitas pelayanan RS menjadi semakin
lebih baik, dan bukan justru melakukan tindakan sebaliknya.
Dari
kasus tersebut, setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran mengenai
representasi paradigma hukum sebagai institusi sosial dan keadilan yang mulai
memudar di Indonesia. Meskipun mungkin sebenarnya masih terdapat banyak
kasus-kasus lain yang juga merepresenasikan hal yang serupa.
Harapan
saya, semoga penegakan hukum di Indonesia bisa semakin lebih baik lagi di masa
mendatang..aamiin...
Salam...
0 komentar:
Posting Komentar