Sabtu, 04 Mei 2013

Sebuah Catatan Perjalanan Meraih Mimpi


Sumber Gambar: www.ruangpsikologi.com

                Langkah pertama meraih mimpiku, ‘ku awali di bangku sebuah Sekolah Dasar di desaku, SD Negeri I Turus, setelah sebelumnya aku merasakan masa pra-sekolah di TK Pertiwi Turus. Di sanalah aku mulai mengukir dan merangkai mimpiku menjadi seorang guru, pengacara dan seorang duta besar. Di sekolah ini pula, aku melewatkan 6 tahun hidupku. Meskipun aku dilahirkan dalam sebuah keluarga sederhana, itu tak menjadi halangan bagiku untuk mengukir prestasi-prestasi ‘kecilku’, hampir setiap pembagian raport, namaku selalu hadir dalam peringkat 3 besar di kelasku. Mungkin ini terlihat ‘kecil’ bagi orang lain, tapi tidak untukku, inilah penyambung dan pembangkit semangatku meraih mimpi-mimpi besarku.

                Setelah 6 tahun mengenyam pendidikan dasar, akupun melanjutkan ‘langkah kecilku’ memasuki dunia ‘putih-biru’ di SMP Negeri I Polanharjo. Meskipun sekolahku ini berada di pinggiran, tapi aku yakin ia bisa mengantarkanku meraih mimpi. Aku pun memulai masa putih biru tahun 2006, di kelas VII D. Hampir sama dengan sewaktu SD, aku pun hampir selalu hadir dalam jajaran 5 besar di kelasku. Waktu terus berputar seiring perjalananku melewati tahun kedua dan ketiga di dunia ‘putih-biru’.
                Pejuangan melanjutkan mimpi pada fase kehidupan ‘putih-abu-abu’ kumulai ketika aku mencoba mengikuti PMDK dari sebuah sekolah (SMA) yang memiliki reputasi yang baik di daerahku. Aku meminta izin dan restu pada orang tuaku untuk mengikuti seleksi. Namun, ibuku sempat tidak merestui keinginanku ini, ibuku ingin jika aku masuk STM seperti kakakku. Setelah melalui “perdebatan”, akhirnya aku memohon pada ibuku agar aku diizinkan ikut seleksi, tapi bila aku tidak lolos maka aku akan mengikuti keinginan ibuku untuk masuk STM. Dan setelah melalui masa penantian hasil usahaku.. pada suatu pagi, seorang temanku datang ke rumah, dan memberi tahu jika aku di panggil guruku, Bu Endang (Guru BK SMP-ku) dan di minta menemui beliau pagi itu juga. Aku pun bergegas mandi dan bersiap-siap ke sekolah, dengan di antar ibuku aku pun menemui Bu Endang. Dan tak kuduga, jika ternyata Bu Endang memberitahukan kalau aku lolos PMDK. Aku sangat bersyukur, kiranya Allah memang telah menunjukkan arah perjalananku selanjutnya. Dengan bahagia aku menghampiri ibuku yang menunggu di depan gerbang sekolah
                Setelah mengetahui jika aku diterima sebagai siswa di sekolah tersebut, aku pun melakukan sejumlah persiapan menuju “putih abu-abu”. Tahapan demi tahapan sebagai siswa baru berhasil ku lalui dengan baik. Ya, aku resmi mengenyam pendidikan dan menjadi bagian dari keluarga besar SMA Negeri I Karanganom, Klaten. Meskipun berada di lingkungan pedesaan, tapi aku bangga dengan prestasi dan reputasi sekolahku ini yang tak kalah dengan sekolah-sekolah yang ada di kawasan kota. Setelah melalui kelas X, aku memutuskan untuk memilih jurusan IPS sebagai jurusan pembuka masa depanku.. meski tentu saja, lagi dan lagi banyak yang kurang mendukung pilihanku ini, termasuk orang tua dan saudara-saudaraku. Aku harus terlebih dahulu meyakinkan orang tuaku jika aku akan lebih berprestasi jika berada di IPS, dan bukan di IPA ataupun Bahasa. Orang tuaku pun akhirnya hanya bisa berpesan “baiklah, masa depanmu berada di tanganmu, kami, orangtuamu hanya bisa memberimu bekal pendidikan, bukan harta..silakan tentukan langkahmu demi masa depanmu, InsyaAllah kami akan mendukungmu selama itu baik bagimu...” Dan akhirnya aku pun duduk di kelas XI jurusan IPS sesuai harapanku...
                Waktu terus berjalan, hingga aku pun memperoleh prestasi cukup baik selama kelas XI dan XII IPS. Akhirnya aku pun bisa menunjukkan bahwa aku akan lebih baik jika di jurusan IPS. Senyum orang tuaku seusai menerima hasil belajarku semester demi semester semakin membuatku senang dan merupakan hadiah tersendiri bagiku... setidaknya bahagia itu sederhana.. dan inilah salah satunya..

Sebuah Renungan Potret Kelam Pendidikan


Sumber Gambar: hitamandbiru.blogspot.com

                Hari Pendidikan Nasional yang selalu diperingati pada 2 Mei baru saja berlalu. Namun, apa yang kita lihat pada hari itu? tak banyak yang berubah, dari tahun ke tahun, potret pendidikan di negeri ini seolah tak menunjukkan kemajuan yang berarti. Tahun demi tahun terus berganti, namun fakta ‘miris’ masih saja banyak ditemui. Bahkan, tak perlu jauh-jauh hingga ke luar Jawa, di pulau Jawa yang menjadi “katanya” menjadi “jantung” pendidikan di negeri ini pun masih banyak kejadian yang memprihatinkan. Lihat saja, ketika sebagian anak-anak sekolah pergi menuntut ilmu dengan akses pendidikan yang relatif mudah, di sebagian yang lain kita masih menemukan sebuah “perjuangan” lain demi mengenyam pendidikan. Melintasi jembatan darurat, menyeberangi derasnya arus sungai, naik turun bukit menjadi sebuah pemandangan “miris” yang terjadi di negeri ini. Sebuah perjuangan anak negeri atas nama niat besar dan luhur demi cita-cita dan mimpi-mimpi besar mereka.
                Di Lebak Banten misalnya, sebuah potret kecil buramnya pendidikan negeri ini bisa kita temui. Setiap hari mereka harus melewati seutas tali baja menantang derasnya arus, demi mengenyam pendidikan demi masa depan. Sedih, ketika anak-anak itu harus bertaruh nyawa demi berangkat ke sekolah. Dan yang semakin membuat prihatin adalah fakta jika hal ini bukan hanya terjadi di Lebak, Banten saja, tetapi ini terjadi juga di beberapa sudut negeri ini.
                Sementara itu, hal memprihatinkan juga bisa kita temui ketika kita melihat banyak liputan di media massa tanah air yang menyuguhkan fakta sebagian anak-anak Indonesia masih harus belajar di sekolah yang yang kurang atau bahkan kurang layak. Banyak sekolah yang rusak dan nyaris roboh masih menjadi tempat belajar para siswa kita, tidak hanya itu, sebagian juga masih merasakan belajar ditempat-tempat darurat, entah itu di pengungsian, barak, kandang ternak, rumah warga, rumah/tempat ibadah dan tempat-tempat yang kurang layak lainnya menjadi catatan tersendiri dalam dunia pendidikan kita.
                Sisi gelap pendidikan kita, bukan sebatas pada sarana prasarana pendidikan dan akses menuju pendidikan saja. Dalam hal sistem pendidikan pun juga selalu menjadi sorotan banya kalangan. Masih segar dalam ingatan kita, carut marut Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sederajat dan SMP sederajat beberapa waktu lalu juga semakin menambah daftar hitam sistem pendidikan. Dalam hal pengajaran pun, di negara kita semua pelajar seolah dituntut untuk menguasai semua bidang atau mata pelajaran, tentunya dengan “nilai” sebagai ukurannya. Itulah mengapa saat ini pendidikan ditempuh hanya berorientasikan pada nilai akhir yang diperoleh bukan lagi berorientasi pada seberapa besar ilmu yang bisa didapat dan diterapkan.
                Kian mahalnya biaya pendidikan saat ini, semakin menambah catatan hitam pendidikan. Ketika akses pendidikan bagi rakyat miskin semakin terpinggirkan oleh mahalnya biaya yang harus mereka keluarkan. Meskipun memang saat ini bantuan pendidikan bagi rakyat miskin dari pemerintah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun tetap saja belum berarti besar bagi pendidikan kita. Terlebih lagi ketika tuntutan hidup semakin mendesak mereka untuk lebih memilih mencari sesuap nasi dari pada bersekolah.
                Selain itu, potret lain juga dapat menunjukkan tentang kesejahteraan sebagian tenaga pendidikan di Indonesia. Masih banyak guru-guru di Indonesia yang masih mendapatkan gaji minim dan jauh dibawah standar kebutuhan hidup layak. Dengan segala kebesaran hati, mereka masih berkenan memikul tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberantas kebodohan. Meskipun tidak memungkiri realitas bahwa mereka juga membutuhkan gaji yang layak agar juga bisa hidup dengan sejahtera.
                Dan saya rasa ini hanyalah sekelumit potret buramnya pendidikan di negara kita, dan saya rasa masih banyak sisi-sisi gelap lainnya yang belum saya tuliskan di sini. Harapan saya, semoga dengan seiring bergulirnya waktu, pendidikan kita semakin mengalami kemajuan hingga cita-cita luhur “mencerdaskan kehidupan bangsa” bisa benar-benar terwujud di negeri kita tercinta. Aamiin...
                Maju terus Pendidikan Indonesia!
                “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani...” ~ Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia)